Identifikasi Spesies Babi Pada Pangan Untuk Penjaminan Kehalalan

Pemanfaatan Babi
Babi merupakan hewan yang diharamkan dalam syariat islam. Di Indonesia bangsa babi atau Famili Suidae memiliki anggota 10 spesies yaitu: babirusa buru (Babyrousa babyrussa), babirusa sulawesi (Babyrousa celebensis), babirusa togian (Babyrousa togeanensis), babirusa bola batu (Babyrousa bolabatuensis), babi nangui (Sus barbatus), babi vavu (Sus celebensis),babi flores (Sus heureni), babi celeng (Sus scrofa), babi timor (Sus timorensis), dan babi bagong (Sus verrucosus). Famili ini umumnya masih hidup liar dan hanya satu yang sudah dibudidayakan, yaitu babi celeng (Sus scrofa).
Penggunaan turunan (derivatives) dari industri peternakan babi sebagai bahan tambahan (additives) atau bahan penolong (processing aids) pada berbagai industri makanan, obat obatan dan kosmetik sangatlah banyak. Hal ini, salah satu yang menyebabkan produk produk industri menjadi syubhat (meragukan) sehingga diperlukan proses sertifikasi halal untuk memastikan kehalalan produk industri tersebut. Sebagai contoh, lemak babi merupakan sumber utama untuk shortening dan emulsifier pada berbagai industri di negara negara dengan konsumsi babi yang tinggi. Demikian juga gelatin dari kulit dan tulang babi sebagai bahan kapsul obat, texturizer, dan soft candy; hormon insulin dan enzim protease (pepsin dan trypsin) dari pankreas dan lambung babi. Umumnya pemanfaatan bagian tubuh babi adalah sebagai berikut:
- Bagian daging sering digunakan untuk pembuatan bakso, bacon,ham, pasta hati unggas, dan sumber asam amino.
- Lemak biasanya digunakan untuk campuran sosis /susu, shortening atau lebih dikenal mentega putih, emulsifier roti, biskuit , flavor dan minyak babi.
- Tulang produk turunannya dapat berupa kuah bakso,karbon aktif, sumber kalsium (susu dan minuman lainnya, pasta gigi) dan sumber posfor.
- Gelatin produk turunannya dapat berupa emulsifier, permen, marsmallow, selai, kapsul, jelly, pudding, dan pelembut
- Darah dapat digunaka untuk media fermentasi, sosis dan dunia medis
- Kulit dapat digunakan untuk pembuatan kolagen, disamak, krecek, rambak, gelatin.
- Bulu umumnya digunakan untuk bahan sikat gigi, kuas, jaket bulu dan sistin
- Jeroan
a. Paru sering digunakan untuk irisan bakso
b. Enzim dapat digunakan untuk media fermentasi
c. Fankreas digunakan untuk insulin
d. Usus untuk pembuatan sosis (casing)
Kriteria Dalam Membedakan Daging Babi dengan Daging lainnya
Belakangan sering terjadi pemalsuan atau pengoplosan daging babi dengan daging lainnya di pasaran. Untuk membedakan daging babi dengan daging lainnya secara fisik dapat menggunakan kriteria berikut:
Warna
Warna daging ditentukan oleh kandungan myoglobin pada daging masing-masing hewan. Myoglobin adalah zat besi yang mengandung protein, dan merupakan sumber zat besi yang baik. Myoglobin menyimpan oksigen dalam sel otot dan mirip dengan hemoglobin yang menyimpan oksigen dalam sel darah. Daging yang mengandung myoglobin lebih banyak berwarna merah gelap. Kandungan mioglobin lebih tinggi pada daging sapi dan lebih rendah pada unggas, sedangkan babi memiliki jumlah sedang. Oleh karena itu secara umum daging sapi lebih berwarna merah gelap daripada daging babi.
Usia hewan juga akan berdampak pada kandungan mioglobin otot-otot dengan hewan yang lebih tua memiliki lebih banyak mioglobin dengan daging yang lebih gelap. Otot yang digunakan untuk bergerak juga memiliki lebih banyak kandungan mioglobin daripada otot yang jarang bergerak. Myoglobin memiliki tiga warna alami tergantung pada paparan oksigen dan kondisi kimia zat besi, yaitu: 1)Jika tidak ada oksigen, daging tampak ungu merah seperti dalam daging kemasan vakum dan berada dalam keadaan deoxymyoglobin. 2)Daging berwarna merah cerah saat terpapar udara dan merupakan daging khas di toko eceran. Warna merah cerah mengindikasikan oksimyoglobin. 3)Daging tampak kecokelatan atau kecoklatan bila hanya sedikit oksigen yang tersedia. Daging tampak kecoklatan saat warna ketika zat besi dalam pigmen menjadi teroksidasi. Metmyoglobin adalah keadaan ketika besi teroksidasi dan berwarna cokelat.
Bau
Berdasarkan studi ditemukan bahwa ada gen yang bertanggung jawab sehingga terdapat senyawa dalam babi berbau terhadap manusia. Senyawa androstenon merupakan senyawa mirip dengan testosteron dan ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada babi jantan. Di beberapa Negara khususnya Amerika Utara dan Eropa dilakukan kastrasi (vasectomy) pada babi jantannya sehingga konsentrasi androstenon cukup rendah, namun belakangan ini beberapa negara sedang mempertimbangkan larangan kastrasi karena kekhawatiran akan kesejahteraan hewan. Saat ini di beberapa Negara maju telah dikembangkan alat electric nose (E Nose) untuk deteksi spesies babi. Penelitian-penelitian banyak menunjukkan bahwa E-nose sangat berpotensi sebagai alat deteksi untuk kontaminasi bahan non-halal dalam matriks pangan dengan mengkarakterisasi zat bau (odour), baik yang sederhana maupun yang kompleks.
Serat/ serabut otot
Serabut daging atau otot babi umumnya lebih halus daripada serabut daging sapi. Serabut daging pada daging babi lebih sedikit kandungan myoglobin dan lebih sedikit jumlah mitokondria, sehingga bergerak atau berkedut lebih cepat, tetapi untuk durasi yang lebih pendek dan cepat lelah. Daging atau otot rangka mengandung kedua jenis serat, tetapi rasio dapat berbeda tergantung pada berbagai faktor termasuk fungsi otot, usia dan pelatihan. Berdasarkan pengalaman penulis dilapangan, karena umumnya daging sapi yang beredar di pasaran adalah umur dewasa sehingga lebih mudah membedakan daging sapi dan daging babi dengan melihat perbedaan serabut dagingnya.
Teknik Identifikasi Spesies Babi
Sangat penting untuk mempersiapkan laboratorium dengan metode atau teknik yang tepat untuk authenticity produk pangan, demi menjamin keamanan dan kehalalan pangan guna melindungi masyarakat dari pemalsuan unsur spesies babi. Fasilitas laboratorium untuk analisa halal seharusnya disesuaikan dengan tujuannya, dan dilengkapi dengan peralatan serta personel yang berkompeten. Beberapa teknik atau metode pengujian yang umum digunakan, diantaranya adalah:
Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
ELISA merupakan teknik biokimia yang biasa digunakan terutama dalam imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen di dalam sampel. ELISA telah digunakan sebagai alat diagnosa dalam dunia kedokteran maupun patologi tanaman, disamping sebagai salah satu alat untuk mengontrol kualitas di berbagai industri. Dalam industri halal, teknik ELISA bisa digunakan mendeteksi turunan produk dari babi dalam bahan pangan secara kualitatif, seperti di dalam sosis dan berbagai produk daging lainnya, dengan hasil sangat memuaskan.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik biologi molekuler yang sering diaplikasikan dalam identifikasi maupun riset-riset laboratoriun dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Metode ini merupakan suatu metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, kita dapat menghasilkan DNA dalam jumlah besar dalam waktu singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA.Teknik PCR dalam industri halal dapat digunakan untuk verifikasi, sertifikasi (pengesahan), maupun untuk monitoring kebanyakan protein hewani dan produk-produk berkaitan untuk kegunaan authentikasi halal secara efisien dan efektif. Teknik ini juga banyak digunakan untuk deteksi kehadiran produk Genetically Modified Organisms (GMO)
Analisa PCR bahan pangan biasanya melalui beberapa tahap: isolasi DNA dari bahan pangan, amplifikasi target sequens dengan PCR, separasi dari produk amplifikasi menggunakan elektroforesis gel agarose, dan estimasi ukuran fragmen dengan membandingkan dengan massa molekul DNA marker (pembeda) menggunakan ethidium bromide, dan terakhir, verifikasi hasil.
Banyak prosedur authentikasi halal telah dikembangkan menggunakan PCR. Di antaranya, metode untuk mengidentifikasi daging dan lemak babi.
Gas Chromatography (GC)
Gas-liquid chromatography (GLC), atau sering disebut Gas Chromatography (GC) , merupakan tipe umum kromatografi yang digunakan dalam kimia organik untuk memisahkan dan menganalisa komponen yang bisa diuapkan (vaporised) tanpa terdekomposisi..
Agar bisa sesuai untuk analisa GC, sebuah komponen harus cukup volatil dan stabil terhadap panas. Jika semua atau sebagian molekul komponen berada pada fase gas pada 400-450oC atau di bawahnya, dan semuanya tidak terurai pada suhu tersebut, GC mungkin bisa dipakai untuk menganalisa. Derivatisasi lipid dan asam lemak menjadi FAME, atau derivatisasi protein dengan hidrolisis asam yang diikuti dengan esterifikasi (N-propyl esters) atau derivatisasi karbohidrat dengan silytasi (silytation) untuk menghasilkan sampel volatil yang cocok untuk analisa GC. Teknik ini biasa digunakan untuk menganalisa komposisi asam lemak. Lemak babi (lard) berbeda dengan lemak sapi di dalam asam-asam lemak C20:0, C16:1, C18:3, dan C20:1, dan dengan ayam di dalam asam-asam lemak C12:0, C18:3, C20:0, dan C20:1. Lemak babi dan ayam berbeda nyata dalam hal komposisi disaturated dan triunsaturated triacylglycerols (TAGs). GC juga pernah digunakan untuk melihat kontaminasi minyak sawit dengan enzymatically-randomized lard (ERLD).
Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy
FTIR spectroscopy bisa digunakan untuk menganalisa beragam bahan pangan, seperti lemak hewani, coklat, kue serta biskuit untuk mendeteksi kehadiran bahan pangan tidak halal, seperti lard (lemak babi). Analisa mencakup karakterisasi dan identifikasi perbedaan profil FTIR. FTIR spectroscopy dengan analisa kemometrik menawarkan teknik analisa yang sangat cepat, sederhana, dapat dihandalkan, serta ramah lingkungan untuk mendeteksi dan menentukan kadar kontaminasi bahan non-halal dalam makanan hingga level yang cukup rendah (3%). FTIR juga sudah secara sukses digunakan untuk menentukan beragam parameter kualitas minyak sayuran, seperti nilai iodin, asam lemak bebas, nilai anisidin, serta nilai peroksida, serta deteksi kehadiran lemak babi dalam campuran lemak hewani yang lain. Metode spektroskopi lainnya juga sebuah pilihan yang menarik, memenuhi berbagai syarat analis, seperti kecepatan dan kesederhanaan dalam penggunaan. Di antaranya, metode mid-infrared (MIR) yang sudah digunakan untuk menganlisa pure buah, jam, minyak zaitun, kopi, dan sebagainya. MIR juga bisa diandalkan untuk problem authentikasi khusus pada daging-daging segar serta untuk analisa semi-kuantitatif untuk daging campur.
Oleh: Drh Jajang Deni
Unit Pelaksana Teknis Daerah Pelayanan dan Pengujian Veteriner Dinas Pertanian Prov Banten
E.mail:jajangdeni5@gmail.com
Tags :