Pesan Dakwah: Keutamaan Silaturahmi

Allah Swt. berfirman:
ﺑِﺴْـــــــﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْـــﻢ
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
"Dan mereka saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” (QS. Al-Balad [90]: 17)
Kitab suci Al-Qur’an diturunkan bukan hanya sekedar untuk diambil berkahnya dan dibaca, atau hanya menetapkan masalah tauhid dan aqidah saja, atau menetapkan syari’at saja, akan tetapi Al-Qur’an datang juga untuk mendidik umat serta agar membentuk masyarakat dan negara.
Sesungguhnya Islam memiliki manhaj tersendiri yaitu manhaj Rabbani, dan Islam sangat memperhatikan masalah ikatan keluarga setelah menjadikan ikatan utama yaitu ikatan aqidah sebagai landasan hubungan. Keterikatan dengan keluarga yang saling melindungi termasuk aturan agama Islam serta merupakan fiṭrah di dalam jiwa kemanusiaan, dan Islam mendorong serta membina kuatnya hubungan kerabat kepada tahapan yang lebih baik. Selagi hubungan keluarga menjadi sarana untuk kepentingan dan kemaslahatan Islam, maka hubungan kerabat termasuk sebagai usaha untuk membentuk masyarakat Islam. Dan ciri utama orang mukmin dalam beragama adalah selalu dibuktikan dengan amalan dan perbuatan bukan hanya sekedar ucapan dan pengakuan.
Rahim secara bahasa berarti rahmah yaitu lembut dan kasih sayang. Tarahamal qaumu artinya saling berkasih sayang.
Kata al-marhamah lebih dalam dari pada rahmah, yang berarti saling berkasih sayang antara sesama orang-orang yang beriman dan berwasiat (berpesan) agar mereka selalu berkasih sayang antarsesama mukmin dan bahkan wasiat tersebut dijadikan sebagai kewajiban bermasyarakat serta tolong-menolong untuk menegakkan wasiat tersebut di tengah-tengah masyarakat. Dan biasanya lingkungan yang paling tepat dan sangat subur untuk menumbuhkan wasiat tersebut adalah hubungan kerabat sehingga Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah saw. menjadikan hubungan kerabat sebagai sasaran utama dalam berwasiat untuk saling berkasih sayang.
Membincangkan masalah silaturahmi, ada baiknya jika kita renungkan kisah berikut ini terlebih dahulu:
Gerakan kemurtadan berakhir setelah diselesaikan oleh Abu Bakar ra. Sebagai khalifah Rasulullah saw, beliau juga berkewajiban menyebarkan Islam ke seluruh alam, maka beliau mengirim pasukan Islam ke Iraq dan Syam.
Ketika mulai menyiapkan pasukan, beliau berpikir tentang siapa yang akan dipilih untuk memimpin pasukan ke Syam. Beliau tidak mengetahui orang yang lebih baik selain Khalid bin Sa’id. Abu Bakar ra. memahami ketidak ikut sertaannya dalam pembai’atan khalifah disebabkan kecintaannya kepada keluarga Nabi saw., karena itu beliau mengangkatnya sebagai panglima dan mengantarkan bendera ke rumahnya.
Berbeda dengan pendamping beliau, Umar ra., ia tidak memaafkan sikap Khalid pada saat pembai’atan Abu Bakar. Umar menghawatirkan hal itu akan memecah belah keutuhan umat.
Maka Umar pergi menemui Abu Bakar lantas berkata: “Anda mengangkat Khalid yang menyatakan begini dan begitu!” Umar terus mendesak Abu Bakar, hingga akhirnya ia mengutus Al-Arwa Ad-Dausi untuk menemui Khalid dan menyampaikan pesan, “Sesungguhnya pengganti Rasulullah saw, berkata: Kembalikan bendera kepada kami.” Segera Khalid mengeluarkan bendera dan menyerahkan kepadanya seraya berkata: “Demi Allah, saya Tidak gembira ketika diberi jabatan, dan juga Tidak sedih ketika kalian cabut kembali. Sesungguhnya yang tercela untuk selain anda.”
Selang beberapa saat, Abu Bakar datang menemuinya untuk meminta maaf dan mengharapnya untuk tidak mencela Umar dengan sepatah katapun.
Khalid senantiasa memohonkan rahmat kepada Allah untuk Umar ra., sampai meninggalnya.
Mereka semua adalah pencinta kebenaran dan petunjuk, maka setelah Abu Bakar ra., melepas jabatan Khalid, beliau mengangkat salah seorang prajuritnya, Yazid bin Abi Sufyan, dan menyerahkan bendera kepadanya. Beliau juga mengangkat Syarahbil bin Hasanah dan Amr bin Al-‘Aṣ untuk memimpin pasukan yang lain.
Ketika bertemu Khalid, Abu Bakar bertanya: “Siapakah di antara mereka yang paling Anda sukai?” Agar Khalid berjuang di bawah benderanya, maka Khalid memberi jawaban: “Anak paman (misan) saya, Amr bin Al-‘Aṣ, lebih saya cintai karena hubungan kerabat. Sedangkan Syarahbil lebih saya cintai karena diennya, dia adalah saudaraku di masa Rasulullah saw dan pendukungku yang menghargai misanku.”
Abu Bakar amat terkesan, maka beliau berpesan kepada Syarahbil bin Hasanah: “Perhatikan Khalid bin Sa’id, kenali hak-haknya atas dirimu sebagaimana Anda suka ia mengenal hak-hakmu atas dirinya bila ia menjadi pemimpinmu. Anda telah mengetahui kedudukannya dalam Islam, ketika Rasulullah saw wafat, ia masih memegang jabatan. Aku telah memberinya jabatan, tetapi kucabut kembali, dan aku berharap semoga hal itu lebih baik untuk diennya, saya tidak ingin membuat seseorang bergembira karena jabatan. Saya juga telah memberi tahu yang menjadi pemimpin pasukan, ternyata ia memilih di bawah komando anda dan sepupunya. Karena itu, bila anda punya persoalan yang membutuhkan pendapat orang yang bertakwa dan ṣaleh, maka pertama kali mintalah pendapat kepada Abu Ubaidah Al-Jarrah, kedua kepada Muadz bin Jabal, lalu yang ketiga kepada Khalid bin Sa’id. Insya Allah, anda akan dapatkan nasihat dan kebaikan dari mereka. Janganlah menjauhi pendapat mereka, atau menyembunyikan sebagian berita dari mereka.”
Demikianlah, akhirnya Khalid turut berjihad bersama umat Islam sebagai prajurit biasa. Ketika sampai di Marajul Ashfar, pasukan Rumawi sudah berbaris untuk menghadapi pasukan Islam dan perangpun berlangsung. Khalid bin Sa’id menyerang ke kanan dan ke kiri dengan gagah berani. Akhirnya beliau mati syahid. (lihat: Aṭ-Ṭariq Ilal Qulūb (terj), Abbas As-Sīsiy, h. 207)
Allah Swt. berfirman:
وَالتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِه وَالْأَرْحَامِ .
"Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahmi.” (QS. An-Nisā [4]: 1)
Allah Swt. berfirman:
اَفَمَنْ يَّعْلَمُ اَنَّمَآ أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُوا الْأَلْبَابِ. الَّذِيْنَ يُوْفُوْنَ بِعَهْدِ اللهِ وَلَا يَنْقُضُوْنَ الْمِيْثَاقَ. وَالَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ مَا أَمَرَ اللهُ بِه أَنْ يُّوْصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُوْنَ سُوْء َالْحِسَابِ .
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanya orang-orang yang berakal sajalah yang dapat mengambil pelajaran (19). (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian (20). dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan (yaitu mengadakan hubungan silaturahmi dan tali persaudaraan), dan mereka takut kepada Rabb-nya dan takut kepada hisab yang buruk (21).” (QS. Ar-Ra’d [13]: 19-21)
Allah Swt. berfirman:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوْا فِى الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوْا أَرْحَامَكُمْ. أُولئِكَ الَّذِيْنَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمى أَبْصَارَهُمْ .
“Maka apakah kalau kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan (silaturahmi)? (22). Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka (23).” (QS. Muhammad [47]: 22-23)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالى خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ قاَمَتِ الرَّحْمُ فَقَالَت: هذَا مَقَامُ الْعَائِذِ مِنَ القطيعة قال: نَعَمْ أما تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ. قَالَتْ: بَلى، فَذَاكِ لَكِ.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan makhluk sehingga setelah selesai menciptakan mereka, maka rahim berdiri dan berkata: Ini adalah kedudukan yang tepat bagi orang yang berlindung dari memutuskan hubungan silaturahmi, Allah Ta’ala berfirman: “Benar, bukankah engkau senang jika Aku menyambung orang yang menyambung silaturahmi dan Aku memutus orang yang memutuskan silaturahmi. Dia berkata: “Ya, Allah Ta’ala berfirman: “Itulah permohonanmu yang Aku kabulkan.”
Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Aisyah ra., bahwa dia berkata bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
الرَّحْمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُوْلُ: مَنْ وَصَلَّنِي وَصَلَهُ الله وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ الله
“Rahim bergantung di ‘Arsy, lalu berkata: “Barang siapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya dan barang siapa memutuskanku, maka Allah akan memutuskannya.”
Dari Jubair bin Muth’im bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ الرَّحْمِ
“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan kerabat (silaturahmi).” (Muttafaq ‘alaih)
Sesungguhnya orang-orang yang berakal dan berpikir serta berhati jernih akan mampu mencerna makna nasihat kebenaran dan kemudian menjadi peringatan baginya.
Seorang mukmin akan menghubungkan apa yang diinstruksikan Allah untuk menghubungkan. Mentaati secara sempurna, istiqamah (konsisten) di atas kebenaran dan berjalan di atas manhaj Kitabullah dan Sunah Rasulullah saw.
Allahu A’lam
Tangerang, 16-2-2025
By: Maddais Dahlan
Tags :